Kaitan Antara Beriman kepada Qada'dan Qadar Allah Swt dengan Sikap Optimis, Berikhtiar, dan Bertawakal
Qadha' dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum "sunnatullah". Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan sunnatullah.
Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah swt yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam al-Quran berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih akan tumbuh, dan lain-lain
Kenyataan menunjukkan bahwa siapa pun orangnya tidak mampu mengetahui takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu mengetahuinya.
Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai hukum-hukum Allah Swt disertai dengan do'a, ikhlas, dan tawakal kepada Allah Swt, dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan
Berkaitan dengan makna beriman kepada Qada' dan Qadar dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt sejak sebelum ia dilahirkan.
Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan.
Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar "Mengapa engkau mencuri?" tanya Khalifah, Pencuri itu menjawab, "Memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi pencuri".
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, "Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya" para sahabat lain bertanya, "Mengapa hukumannya diberatkan
seperti itu?" Khalifah Umar menjawab, "Ya, itulah yang setimpal, ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah swt
Beriman kepada takdir selalu terkait dengan empat (4) hal yang selalu berhubungan
dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah sikap optimis terhadap takdir
terbaik Allah Swt., berikhtiar, berdo'a, dan tawakal
1. Sikap Optimis akan Takdir Terbaik Allah Swt.
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung tumbuh tumbuhan berkembang subur, lalu layu, dan kering, Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut takdir
Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt kepadanya. Di samping itu, manusia berada di bawah hukum-hukum tersebut (Quliyah dan Kauniyah).
Hanya berbeda dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan, dan planet
lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa dapat ditawartawar. (Q.S. Fussilat/41:11)
Manusia makhluk yang paling sempurna. Oleh karena itu, ia diberi kemampuan memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan takdir Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau
tidak (QS. al-Kahfi/18:29).
Namun, harus diingat bahwa setiap pilihan yang diambil manusia, pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt:
"Maka dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya (0.5. asy-Syams/91:8-10).
"Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?" (OS. Al-Qiyamah/75:36
Beberapa perumpamaan peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir
Disahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana sedang terjadi wabah penyakit sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut.
Kemudian seseorang tampil bertanya ("Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Allah?") Umar serta merta menjawab: ("Saya lari/menghindari dan takdir Alloh SWT kepada takdirnya yang lain")
Kisah lain menceritakan bahwa pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar.
"Mengapa Engkau mencuri?" tanya khalifah. Pencuri itu menjawab, memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi pencuri. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, ia berkata, "Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!" para sahabatan bertanya, "Mengapa hukumannya diberikan seperti tu? khalifah Umar menjawab, "Ya itulah yang setimpal. ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah"
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir padahal dengan tegas Allah Swt melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam adalah setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan
anugerah Alah Swt.
2. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai cita-cita dan tujuan Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagai manusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt telah menentukan, mengapa ada ikhtiar?
Perhatikan Firman Allah Swt dalam QS. al-Anbiyod /21.90 yang artinya:
"Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik" Kemudian, dalam QS. al-Mukminuun 23.60, Allah Swt. Berfirman: "Mereka itu bersegera untuk
mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera
mеmреrоlеhnуа".
Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt mendorong manusia untuk berusaha, beromba dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan. Pepatah Arab mengatakan "Man jadda wajada" Artinya:"Siapa pun orangnya
yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan".
Rasulullah saw bersabda: "Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan penyakit yang menggerogoti penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?"(HR. at-Tirmidzi).
Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah letak rahasia llahi" Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal.
Firman Allah Swt: "Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna" (0.5. an-Najm/53:39-41).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah mengapa Allah Swt. mewajibkan manusia berikhtiar. Walaupun sudah ditentukan Qada' dan qadarnya, dipundak manusialah kunci keberhasilan dan keberuntungan hidupnya. Disamping itu, begitu banyak anugerah yang telah Allah Swt. berikan kepada manusia berupa naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.
3. Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik.
Bagiyang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon.
Firman Allah Swt.: "Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku..." (QS. al-Baqarah/2:186).
4. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do'a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah "menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt."
Dasar pengertian tawakal diambil diantaranya dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Ikatlah kemudian bertawakallah
Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar.
Firman Allah Swt: "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (QS Ali-Imran/3:159).